Kisah tentang seekor lalat yang minum dari tinta Imam Al-Ghazali saat beliau menulis karya agungnya Ihya’ Ulumuddin adalah kisah yang sering dikisahkan dalam dunia Islam sebagai bentuk hikmah dan pelajaran akhlak. Meskipun kisah ini tidak ditemukan dalam sumber-sumber primer yang otentik, ia sering disampaikan oleh para ulama atau guru sebagai bentuk tamsilan untuk menunjukkan kesantunan, kasih sayang, dan perhatian terhadap makhluk Allah sekecil apapun.
Kisahnya Secara Ringkas
Dikisahkan bahwa:
Suatu hari, Imam Al-Ghazali sedang menulis kitab *Ihya’ ‘Ulumuddin. Saat sedang asyik menulis, seekor lalat hinggap di atas tempat tintanya, lalu mulai meminum tinta tersebut.
Namun, Imam Al-Ghazali tidak mengusir lalat itu, dan membiarkannya minum sepuasnya.
Ketika ditanya mengapa beliau tidak mengusir lalat itu, beliau menjawab:
“Aku tidak ingin mengganggu rezeki yang sedang Allah berikan kepadanya.”
Makna dan Hikmah dari Kisah Ini
1. Kasih Sayang Universal
Imam Al-Ghazali menunjukkan bahwa kasih sayang kepada makhluk Allah tidak terbatas pada manusia saja, tetapi juga kepada hewan sekecil lalat.
2. Adab dan Akhlak Seorang Ulama
Akhlak yang lembut ini mencerminkan kehalusan jiwa seorang ulama besar. Bahkan saat sibuk dengan pekerjaan ilmiah besar, beliau masih peduli pada makhluk yang dianggap remeh.
3. Tawakal dan Pengakuan atas Kehendak Allah
Imam Al-Ghazali memahami bahwa rezeki itu datang dari Allah. Jika lalat itu sedang diberi rezeki oleh Allah, maka manusia tidak layak menghalangi.
4. Kehormatan Ilmu dan Penulisnya
Kisah ini juga menjadi simbol bahwa ilmu yang ditulis dengan penuh kasih sayang akan membawa keberkahan yang luas.
Catatan Historis
Tidak ada bukti kuat bahwa kisah ini benar-benar terjadi secara literal, karena tidak tercantum dalam kitab Ihya’ itu sendiri ataupun biografi Imam Al-Ghazali yang resmi.
Namun, kisah ini dikenang secara turun-temurun dalam majelis-majelis ilmu sebagai bentuk nasihat moral dan pendidikan akhlak.
Penutup
Kisah lalat dan tinta Imam Al-Ghazali adalah contoh bagaimana ulama besar bukan hanya dihormati karena keilmuannya, tetapi juga karena kelembutan hatinya. Terlepas dari kebenaran literal kisah ini, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap relevan dan layak untuk dijadikan teladan dalam kehidupan sehari-hari.
By : Al Khamidy
